Minggu, 13 April 2014

Kepublikan dalam Teater


Bintang Tamu: Bobby LPM
A. Notulasi :
Beliau mengatakan bahwasannya teater berangkat dari salah satu gagasan Imanuel Kant yang mengatakan pada masa ‘was of Aufklarung’, sekitar tahun 1784 bahwasannya teater adalah merupakan tindak pencerahan. Artinya, menuju pada pemahaman aspirasi dan ide yang disampaikan pada masyarakat melalui sebuah pertunjukan. Cuplikan sejarah pada tanggal 19 September 1945 ketika tentara jepang menghalau masyarakyat Indonesia tetap berani menyuarakan kegelisahannya lewat suara publik pementasan dilapangan Ikada. Arifien C. Noer  lebih mengekplorasi  kegelisahan masyarakat kemiskinan dalam masyarakat dan kekejaman masyarakat. Masyarakat miskin gelisah akan judi yang terjadi di sekeliling mereka yang kemudian membuat masyarakat menjadi gila.
Waktu menyuarakan suara public para seniman berkesinambungan dengan para intelektual dengan tujuan yang sama yaitu ingin mensejahterkan kembali masyarakat Indonseia. Secrecy adalah selubung dalam masyarakat. Karya refletik dalam mendorong masyarakat menafsirkan penuh kesadaran lingkungan sosialnya. Jadi tujuan teater dalam ruang public adalah untuk menyuarakan kegelisahan yag sedang terjadi dimasyarakat dengan kreatifitas seniman itu.
B. Peserta :
1. Dzatmiati Sari
2. Amalia Rosyidah
3. Fitri Indrayanti
4. Ja’far Shiddiq
5. Rajab Hussain
6. Nurul Hidayanti
7. Jarot
8. Irfan (Ipeng)
9. Dimaz Nurzaman
10. Kismayenni Kotto
C. Sessi Talk Show
1. Posisi teater pada saat ini apa iya masih sama dengan pola piker pegiat teater pada masa awal pencerahan, semasa perjuangan naskah Mastodon? (by:Idat )
Narasumber :
Tugas seniman menjawabnya, karena kemajuaun jaman yang berpengaruh. Bisa saja dengan tanpa menggunakan ideology samahalnya dengan teater Koma yang menggunakan system pasar untuk memperjuangkan keteateran, semisal mempublilkasikan teater dengan rupa pertunjukan. Sudah tidak masanya seniman dikata creator, patutunya produser.
Menurutnya cara mendekatkan teater terhadap public adalah tidak dengan langkah yang manual lagi, semacam turun dengan sesuatu yang aneh ke pasar-pasar. Sudah masanya idealism dan kreatifitas mereka diperbantukan dengan perangkat digital. Ambillah Teater Syahid yang secara geografis berada di lingkungan akademisi menyesuaikan pertunjuan yang in feel dengan ligkungannya.
2. Berarti secara tidak langsung teater mulai dikomersilkan yang dikhawatirkan hanya mementingkan finance dalam segala halnya donk? (by:Jafar)
Narasumber :
Memang begitu secara tidak langsung, tapi tidak bisa disamakan dengan
3. Ketika dalam makalah narasumber berbicara bahwasannya teater dikatakan berhasil bila telah mampu mencerahkan, maka tak sesuai lagi donk ketika tujuannya hanya sebatas media hiburan? (by:Amel)
Narasumber :
Tetap saja bisa menggunakan unsure-unsur yang menjadi minat masyarakat pada saat itu. Braigh pun berujar begitu yang kemudian diartistikkan oleh Arifin C. Noer. Mengutip argument Braigh bahwasannya teater pada saat ini harusnya “memanfatkan property yang ada pada saat ini dengan tetap memijakkan pada nilai estetika dalam kesenian.” Utopis juga memang
4. Lalu akhir dari tujuan teater yang dikata narasumber telah mengalami ‘pencerahan’ apakah tetap sah ketika berada pada masa saat ini yang tak lagi menyesuaikan konteks dan situasi masyarakat tidak lagi seperti dulu? (by:Dimas)
Narasumber :
Gimana juga, memang butuh keberanian tersendiri dari para teatrawan penerus. Ini memang pertanyaan jaman, dan hanya kalangan tertentu yang mau menjawabnya, pastinya yang mau mendalami dunia keteateran dan setia mentradisikan budaya teater nenek moyang yang lebih patut dibilang kuno.
5. Apa iya teater yang saat ini ruang lingkupnya terbatas pada kalangan tertentu-tentunya dengan melihat keadaan teater saat ini-disebabkan karena adanya tindak kapitalism dari pemerintahan?(by:Ja’far)
Narasumber :
Sebenarnya tidak ada, hanya saja ekspansi kemajuan tekhnologi yang lebih mendominasi daripada langkah para pelaku teater.
6. Apa iya pelaku teater sekarang terlalu nyaman dengan karya-karya baheula kemudian mementaskannya sehingga tidak ada tindak kreasi pada masa ini, setidaknya menjadikan teater popular sebagai suplemen masyarakat Indonesia khususnya? (by: Kismayeni)
7. Fungsi teater pada masa ini untuk apa ketika masyarakat tidak lagi menjadikan tontonan lagi karena secara tidak langsung mereka sudah ‘menteaterkan tontonan’ sebagai bentuk yang sifatnya tak lagi tabu? Pada akhirnya pelaku teater di panggung hanya ‘memotret potongan-potongan kehidupan’ tidak menjadikan teater sebagai media hiburan semata supaya tidak lagi jadul dan tak lagi dijadikan selera masyarakat. Pribadi pun juga lebih menganjurkan untuk pelaku teater untuk menjadikan sebuah pertunjukan itu renyah dan bisa dinikmati masyarakat. (by:Aseng). Narasumber menambahi hanya perlu meningkatkan sisi elaborasi dan daya kreatif dalam sebuah pertunjukan yang mulai dimasifkan masyarakat. Dan pastinya segala hal yang reprentetif adalah jauh dari kata kreatif.

Evaluasi
- Lebih yakin saja dari kawan-kawan pengurus dalam menjalankan sebuah program, khususnya diskusi semacam ini. Sekecil apapun lingkarannya nuansanakan saja suasana asyik dalam menjalaninya. Karena ketidakyakinan antar sesame lah terjadi kambing hitam. —Aseng
-  Sosialisasi ke temen-temen yang kurang barangkali yang menyebabkan jumlah peserta diskusi yang minim dengan menjadikan sebuah silabus terperinci rupa draft tersendiri. Tak hanya itu saja, sama halnya yang diucapin ja’far bahwasannya menotulasikan hasil diskusi juga perlu. Selain itu, keterlibatan teman-teman dalam membungkus proses diskusi dengan melibatkan parsial-parsial kecil Syahid. ---Kismayeni

Sanggar, Jum’at 10 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar