Jumat, 02 Januari 2015

Refleksi 3500 Penonton atas Fenomena Cannibal ism


Alhasil, pementasan Teater Syahid pada 16, 17, 18 Oktober 2014 yang mengusung lakon Canniballogy garapan Benny Yohannes, salah seorang penulis naskah drama dan dosen di STSI Bandung tersebut menyita ribuan mata penonton. Kontan Mitha (18th), mahasiswa UNJ yang baru menonton dua pementasan garapan Teater Syahid itu berujar "Tumben, Teater Syahid mampu memahamkan saya tanpa harus menonoton tiga atau empat kali seperti halnya MADA pada pementasan sebelumnya".
Bangkit Sanjaya, sutradara jebolan Teater Syahid yang sedang mengangsu ilmu di Teater Koma itu menegaskan alasan pemilihan naskah Canniballogy adalah demi kesesuaian keadaan negeri kita pada saat ini yang masih saja mentradisikan budaya kanibalisme sampai sekarang. Oleh karena itu, kami coba mengembalikan ingatan audiens pada sejarah hitam yang sudah sepatutnya dijadikan teladan atau pelajaran dalam menjalani roda keberlangsungan sekarang dan mendatang".
Sedikit mengulas canniballogy, BenJon menghadirkan tokoh Suman[to] dan Suhar[to](Irfan)
 dalam sebuah laku yang hakikinya merupakan homo homini lopus 'manusia menjadi serigala bagi sesamanya' dan tergambar dengan sebenarnya. Di sisi lain ini merupakan  sindiran sinis karena latar yang digunakan dalam cerita menggunakan nama Mojokuto. Sebuah lokasi yang disamarkan menjadi base camp dari antropolog Cliffort Geertz, yang terkenal dengan bukunya “Religion of Java”.
Dalam fragmen lain, dideskripsikan tokoh Suman yang diperankan oleh Jafar, pemuda miskin yang diadili Mas Ageng (Fiki)akibat ulahnya memakan daging manusia. Ini menggambarkan bahwa jurang pemisah antara si miskin dan si kaya memang mengakibatkan munculnya tindak tidak manusiawi,  namun tetap bisa diperlakukan bijak secara materi humanis.
BenJon juga menghadirkan tokoh Landless (julpong) berkostum pemain bola. Ini merupakan simbol sistem kolonial Belanda yang dinilai piawai, sitematis, namun licik dalam menyusun strategi. Selain itu ditampilkan pula empat penari serimpi dari kalangan Landless. Ini merupakan gambaran lemahnya generasi muda dalam mempertahankan keaslian nilai budaya Indonesia ketimbang budaya asing.
Sebelas Maret dijadikan BenJon sebagai tonggak ketidakberdayaan rakyat Indonesia menerima budaya kanibalisme yang dimandatkan pemimpin pada waktu itu. Rakyat diminta untuk mengikuti sistem kekuasan yang berlaku, menghukum dan menghabisi.

Cannibalogy merupakan naskah interteks/terbuka, yakni teks yang membawa audiens pada banyak penafsiran, seperti keserupaan kejadian dengan sejarah, kontekstualitas dan beberapa penafsiran lainnya, sebab BenJon sendiri merefleksikan beberapa naskahnya pada sebuah pencarian. Tapi kemudian, sutradara memiliki keinginan menghadirkan nuansa humor di dalamnya dengan tetap mempertahankan esensi faktual dari unsur visual pada tokoh-tokoh dalam naskah ini. Hal ini dipertahankan demi pembuktian atas dimensi psikologis rakus Suhar masih aktual sebagai “pemakan” hak orang lain atau “pembunuh” kemanusian di Indonesia.
Nilai sejarah dijadikan perbandingan kehidupan masa silam dengan kekinian seperti dimunculkannya tokoh Landlees, Hoffmann, Ageng Rais, Ki butho(Ari). Nilai roman dimunculkan dengan menghadirkan tokoh Sinta Salim(Fitri).
Bila dikerucutkan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah Cannibalogy adalah kesabaran, semangat humanis, kesetiaan dan patriotisme. Sehingga dihadirkanlah oleh sutradara unsur dramaturgi, ludruk, unsur bunyi, koreografi;gerak, cahaya, dan music yang dikemas apik bersama unsur artistik yang mampu membawa audiens pada pencerahan.
Selama 3 hari pementasan digelar Canniballogy berhasil diapresiasi 3500 penonton. Hasil yang cukup menggembirakan itu menurut Nurma Elita Sari, pimpinan produksi Canniballogy itu tidak diraih dengan mudah. Ia harus lincah membagi waktu kuliah, keluarga dan kerja produksi. Selain itu gadis yang mengambil konsentrasi akademik di jurusan Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga berujar gembira karena banyak pihak, baik dari sponsor maupun dari media turut membantu dalam proses Cannibalogy tersebut.
·      

1 komentar: